Latest News

Skripsi, Media Mengasah Daya Analitis Sekaligus Sumber Masalah Psikologis

Masih segar diingatan penulis masa-masa penuh tekanan manakala dahulu menjadi seorang mahasiswa akhir yang terus menerus dibanjiri dengan pertanyaan “Kapan Lulus”. Aktifitas pertanyaan tersebut, seiring sejalan dengan tensi yang meningkat disebabkan jatah kuliah yang sebentar lagi hendak kada luarsa. Dan jika masa tenggak waktu habis, maka pupus lah sudah menjadi seorang sarjana. Tentu saja bukan hanya kerugian secara materi semata yang menyergap didepan mata, akan tetapi yang lebih utama adalah penyesalan tidak mampu menghadirkan kebahagiaan bagi kedua orang tua.

Mungkin seperti itulah narasi yang muncul sebagian besar mahasiswa akhir pada umumnya. Rasa menjadi mahasiswa akhir dengan tuntutan penyelesaian skripsinya ini pun membuat penulis menghindari berbagai perkumpulan maupun percakapan yang mengarah pada pertanyaan hingga ejekan akan kelulusan. Karena memang permasalahan skripsi dan kelulusan adalah sesuatu hal yang tak bisa dihindari oleh semua pejuang sarjana dimanapun berada.

Permasalahan skripsi ini pun kembali mencuat di kota Samarinda 12 Juli 2020 lalu, dimana penyebabnya adalah seorang mahasiswa dari salah satu universitas negeri di kota Samarinda yang mengakhiri hidupnya karena permasalahan skripsi dan kelulusannya. Berdasarkan informasi dari berbagai media, BHP meninggal lantaran skripsinya yang acapkali ditolak semenjak disetujui untuk mulai mengerjakan skripsi.

Skripsi Pengasah Analitis Sekaligus Pengusik Psikologis

Diluar daripada kejadian yang memilukan itu, memang kita tidak bisa menyalahkan mahasiswa tersebut atau sistem kesarjanaan yang memang dari dulu telah mewajibkan para mahasiswanya untuk melewatinya. Karena dalam skripsi memiliki tujuan yang begitu mulianya, salah satunya adalah membangun daya analitis mahasiswa secara ilmiah.

Artinya setiap mahasiswa yang telah menyelesaikan sarjananya dapat menjadi manusia yang memiliki daya analitis, kritis, dan ilmiah. Disamping itu, dengan penelitian skripsi yang dibuatnya, diharapkan dapat menjadi sumbangsih bagi dunia keilmuan yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Akan tetapi, ada hal penting yang menjadi konsen kita bersama yakni adalah permasalahan kesehatan psikologis di tengah para masyarakat akademis kita. Sebuah permasalahan yang saat ini dianggap angin lalu, bahkan tabu di sekitar kita.

Ketabuan tersebut membuat sebagian diantara kita tidak sadar, manakala menjadikan rekan disekitar kita yang belum lulus menjadi sebuah lelucon hingga pertanyaan tendensius yang menyudutkan. Bahkan acapkali lelucon dan pertanyaan killer macam “kapan lulus” ini menjadi sebuah momok menjengkelkan, terlebih bagi mahasiswa yang acapkali ditolak judul skripsinya, ataupun seringkali direvisi tanpa ada ujungnya hingga menjelang akhir batas studinya.

Banyak penulis temui mahasiswa ataupun mahasiswi yang sejatinya memang ia tergolong mahasiswa rajin mengikuti segala arahan dosen pembimbingnya, akan tetapi belum juga mampu memuaskan pembimbingnya yang berakibat pada tertundanya kelulusan. Setali 3 uang, hal tersebut akan semakin membuat perkuliahannya tertunda jika sang mahasiswa menemui problem lain diluar penelitiannya, misalnya saja masalah keuangan, keluarga, hingga menghadapi kebaperan sang dosen pembimbing yang sewaktu-waktu datang membersamai skripsinya.

Akumulasi dari segala tetek bengek diluar dari lingkup skripsi yang riewh tersebut, bukan tidak mungkin memunculkan stres pada para mahasiswa akhir. Dan stres yang tak mampu ditangani dengan baik, pada akhirnya munculkan depresi. Jika depresi tak juga kunjung diatasi, inilah yang pada akhirnya menjadi penyebab bunuh diri yang terjadi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosdiana dari Universitas Airlangga kepada 221 mahasiswa, ia menemukan bahwa mereka mengalami stres pada saat mengerjakan skripsi dengan beberapa macam level yang berbeda, diantaranya adalah stres berat sebanyak 25,8%, normal 23,1%, ringan 12,7%, sedang 15,8%, dan stres sangat berat sebesar 22,6%. Artinya dalam penelitian tersebut mengamini bahwasanya skripsi menjadi salah satu sumber yang membuat para mahasiswa mengalami gangguan psikologis. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Zakaria dari Psikologi universitas Muhamadiyah malang tahun 2017 dengan penelitian yang dilakukan terhadap 200 mahasiswa UMM yang sedang mengerjakan skripsi memiliki kategori stres ringan sebesar 8,5% dan kategori sedang sebanyak 86,5% dan kategori berat sebanyak 5%. Penelitian tersebut menjadi bukti sahih bahwasanya skripsi adalah salah satu sumber stressor bagi para Mahasiswa tingkat akhir.

Dosen Dalam Keprofesionalannya Dan Kebijaksanannya

Sebuah ironi memang karena skripsi yang sejatinya menjadi penghidup semangat ilmiah yang membangun daya kritis dan analitis justru menjadi pembunuh tidak langsung para mahasiswa pada akhirnya. Hal ini sejatinya dapat di hindari sedini mungkin dengan kebijaksanaan seorang dosen pembimbing.

Dalam kasus BHP seperti yang telah di beritakan media, dimana pengajuan judul yang berulang-ulang dan tidak diterima adalah rentetan peristiwa sebelum BHP mengakhiri hidupnya. Kisah ini pun penulis konfirmasi lebih lanjut pada salah satu mahasiswa yang juga rekan satu angkatannya di jurusan tempat BHP berkuliah, setelah dikembalikan sejatinya BHP memiliki progres yang baik dengan dosen pembimbing pengganti sebelumnya. Bahkan BHP bukan tidak mungkin untuk segera bisa menyelesaikan perkuliahannya.

Artinya permasalahan BHP ini adalah rentetan serta akumulasi sebelumnya, dalam artian proses pengajuan judul sebelumnya atau permasalahan lain yang belum diketahui penyebabnya. Terkait dengan pengajuan judul seringkali ditolak oleh dosen pembimbing, sah-sah saja memang seorang dosen menolak disebabkan karena tidak sreg atau kurang menarik bagi sang dosen pembimbing demi menjaga kualitas dan profesionalisme dirinya sebagai seorang dosen.

Tidak salah memang menjaga kualitas dan profesionalitas demi mengantarkan seorang mahasiswa menjadi seorang sarjana. Akan tetapi terkadang kualitas dan profesionalitas yang dimiliki, seyogyanya juga dibarengi dengan rasa kemakluman, karena sebuah keadaan.

Banyak sekali dinegeri ini orang yang hebat dengan pencapaian yang mantap, akan tetapi tak banyak yang memiliki rasa kemakluman sesuai kadar diwaktu yang tepat. Terlebih jika tidak adanya rasa kemakluman tersebut dibarengi dengan mudahnya menjadi baper. Makin runyamlah segala urusan, hingga tega mengorbankan.

Karena dengan kemakluman yang tepat, munculah sebuah kebijaksanaan. Karena sejatinya dosen bukan hanya pencetak ilmuan semata, ia menjadi pendidik yang segala bentuk tindakannya akan selalu menjadi model percontohan anak didiknya. Manakala ia mampu mengajarkan profesionalitas dalam menjaga kualitas, akan lebih bagus lagi ia juga mampu mengajarkan kebijaksanaan dalam segala kebijakan yang ia lakukan.

Besar kita bersama di pundak para mahasiswa saat ia lulus kelak, dengan keilmuan yang ia miliki sehingga mampu berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan mengajarkan kebijaksaan disekitarnya. Karena bangsa indonesia sudah banyak memiliki orang-orang pintar, professional, akan tetapi sungguh sangat jarang yang memiliki kebijaksanaan. Karena kebijaksanaan adalah muara dari segala bentuk dari kejayaan. Dan akhir kata, semoga skripsi dimasa yang akan datang bukan lagi media peningkat stres mahasiswa akhir, melainkan wahana menyenangkan dalam melaksanakan riset dan penelitian. Wallahu’alambishoab.

 

Penulis aktif menulis di founder www.lautanpsikologi.com,

Untuk korespondensi dapat melalui email tamimy@yahoo.com atau melalui akun instagram: @fadholtamimy

No comments:

Post a Comment

Dunia Psikologi dan Fenomena Sekitar Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Goldmund. Powered by Blogger.