Latest News

Selamat Datang Era Plagiator Kreatif Masa Kini


Dalam sebuah gurp sesama penulis di salah satu platform menulis besutan alibaba grup suatu kali terjadi perbincangan hangat. Penyebabnya adalah salah satu penulis yang dianggap senior telah melakukan sebuah aksi tak terpuji yaitu melakukan plagiat tulisan sesama penulis. Dan yang lebih mirisnya, tulisan yang diplagiat tersebut adalah tulisan dari sesama kategori inspirasi.

Melihat screenshoot yang dikirimkan oleh salah seorang korban, saya pun samar-samar melihat orang yang dimaksud. Setelah saya telusuri, ternyata benar dugaan saya, bahwasanya akun ini juga menjiplak beberapa tulisan milik saya yang viral untuk ditulis kembali hingga ia mendapatkan keuntungan dari pembaca yang membaca tulisnnya tersebut.

Seperti yang diketahui bahwasanya dalam platform menulis tersebut, seorang penulis akan mendapatkan pembagian keuntungan berdasarkan banyaknya pembaca yang membaca tulisan. Pembayarannya pun dalam bentuk dolar yang mana dapat dicairkan langsung melalui rekening bank pribadi maupun lewat akun payooner.

Tak lama kemudian orang yang bersangkutan pun muncul dalam diskusi untuk meminta maaf. Ia pun lantas meminta maaf dengan rekan-rekan yang tulisannya telah ia copy paste, bahkan meminta maaf pada saya secara pribadi. Lantas apakah itu telah selesai?

Mungkin urusan ini secara personal selesai, namun secara hak kekayaan intelektual atas tulisan tersebut belum, lantaran tulisan yang telah ia posting tak juga ia hapus dan masih mendatangkan keuntungan untuknya. Imbasnya viewer dari tulisan akun saya atau teman-teman penulis lain yang serupa pun tersedot dan mempengaruhi pendapatan dolar saya maupun akun yang ia plagiat, sementara akunnya memperoleh viewer melimpah.

Apakah ini termasuk dalam pembajakan? Tentu saja, jika menilik UU No.28 Th 2014.
Menurut UU No.28 Th 2014 pasal 1 ayat hal ini telah dimasukkan dalam sebuah pembajakan yang mana dalam pasal dan ayat dimaksud berbunyi pembajakan adalah penggandaan ciptaan dan/ atau produk hak terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan.

Kejadian tersebut menjadi sebuah ironi pahit, lantaran sebuah karya kreatifitas dengan mudahnya di comot dengan seenak jidat tanpa keringat. Barangkali hal ini pula yang saat ini tengah di ributkan oleh para content kreator lainnya di indonesia bahkan dunia.

Dengan mengatasnamakan bahwasanya hal tersebut dianggap suatu hal yang biasa, akhirnya sebuah karya yang di buat dengan proses yang tidak sederhana hasil buah karya, karsa, fikiran pun menjadi seperti barang temuan umum yang bisa diambil dan di jiplak siapa saja. Apakah itu sah saja, karena tak berarti apa-apa? Gundul mu alus lee, membuat sebuah karya itu tak semudah seperti memindahkan barang dengan ilmu goib. Ia membutuhkan proses hingga akhirnya terciptalah tulisan, video, dan animasi lainnya.

Lantas apa sih sabab dan musababnya hal ini bisa marak terjadi. Tentu saja karena belum adanya sebuah hukum maupun regulasi yang melindungi para content kreator. Bahkan UU HKI pun baru akan memiliki kekuatan hukumnya jika pemilik hak cipta atau kekayaan intelektual telah mendaftarkan karya miliknya lewat lembaga negara, dalam hal ini kemenkumhan di bagian direktorat jendral kekayaan intelektual.

Namun alur yang dianggap oleh para content kreator rumit, berbelit hingga buang-buang waktu akhirnya membuat mereka malas untuk melakukannya. Dan ujung-ujungnya tak memiliki hak di mata hukum negara yang membuat orang harus meminta izin jika ingin menggunakan sebagian atau seluruh hasil kreasi yang dibuat. Tak banyak para content kreator semisal blogger, content writer, vlogger, hingga instagramer yang memiliki hak eksklusif yang diberikan negara untuk memberikan izin atau melarang orang lain melaksanakan hak ekonomi dari produk HKI (hak kekayaan intelektual) miliknya.

Terkhusus untuk tulisan yang diposting di blog, website, situs, maupun platform menulis kondisinya sangat rentan untuk di plagiat guna menguntungkan pribadi. Sementara itu para creator asli harus gigit jari lantaran ia tak mendapatkan hak bagi keuntungan apapun dari karya yang di rewrite, atau bahkan copy paste sebagian maupun keseluruhan, baik isi maupun alurnya.

Kejadian menjiplak karya kreatif ini seakan menjadi benalu bagi inovasi dan kreatifitas. Pasalnya dengan banyaknya pembajakan karya akan membuat orang enggan untuk membuat sebuah karya original nan bermanfaat. “Ngapain bikin karya kalo nanti ga dapat apa-apa”, “Ngapain bikin karya kalo nanti di klaim keuntungannya oleh orang lain”.

Sekelumit kejadian tersebut sejatinya dapat di hindari dengan meningkatkan kesadaran bersama tentang sebuah penghargaan terhadap sesama saudara yang membuat karya. Tak hanya itu saja, peran pemerintah dalam hal ini sangat di butuhkan oleh para kreator, mengingat hal ini juga merupakan bagian dari industri kreatif yang berpotensi mengerek perekonomian bangsa.

Mungkin pemerintah dapat mempermudah atau menyederhanakan pengurusan hak paten konten kreatif, atau minimal dibuatkan regulasi hukum yang menjamin prinsip ekonomi, kepemilikan, dan pengakuan sebuah karya.

Ingat, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai karya milik saudara sebangsanya. Dengan sikap saling menghargai maka bukan tak mungkin bangsa kita akan bangkit menjadi bangsa yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Hingga saatnya nanti kejayaan akan dapat dirasakan. Taka da yang merasa di rugikan, dan satu dengan yang lainnya saling tersenyum penuh kebanggaan.

By: Muhamad Fadhol Tamimy (Penulis buku Sharing-mu personal branding mu)


No comments:

Post a Comment

Dunia Psikologi dan Fenomena Sekitar Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Goldmund. Powered by Blogger.